This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Monday, March 7, 2016

Titik Pengamatan LAPAN dan NASA Tergusur Festival Gerhana

Lokasi pengamatan korona para peneliti Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) dan The National Aeronautics and Space Administration (NASA) di dermaga Maba "tergusur" oleh Festival Gerhana Matahari Total (GMT) 2016.

Pelajar mengamati matahari dengan teropong di Surabaya, Jawa Timur, Senin (7/3). (ANTARA/Didik Suhartono)
Pelajar mengamati matahari dengan teropong di Surabaya, Jawa Timur, Senin (7/3). (ANTARA/Didik Suhartono)

"Aktivitas kami hari ini mempersiapkan titik pengamatan gerhana. Sebelumnya memang kami rencanakan di salah satu dermaga Maba yang sudah tidak terpakai lagi, tapi ternyata informasi terakhir mau dipakai masyarakat untuk menggelar festival gerhana," kata peneliti Pusat Sains Antariksa LAPAN Emanuel Sungging saat ditemui di Alun-alun Kota Maba, Maluku Utara, Senin.

Akhirnya, ia mengatakan diputuskan aktivitas pengamatan GMT oleh LAPAN dan NASA dipindah ke Alun-alun Jiko Mobon.

"Ya sudah tidak apa-apa kalau masyarakat memang mau menggunakan lokasi itu. Sebelumnya memang kami tidak dapat informasi bahwa akan ada festival gerhana di lokasi itu," ujar Sungging.


Menurut dia, kelebihan lokasi pengamatan baru tersebut berada di tengah kota sehingga tidak sulit membawa semua peralatan untuk pengamatan. Namun, yang menjadi kekhawatiran adalah masyarakat yang berkerumun menyaksikan kegiatan pengamatan.

"Semoga saja tidak mengganggu (jalannya pengamatan). Nanti akan ada dari tim kami akan mencoba mengalihkan perhatian masyarakat untuk melihat gerhananya bukan aktivitas penelitiannya," ujar dia.

Dari segi kebutuhan penelitian, menurut Sungging, lokasi yang baru yang berada alun-alun tersebut cukup baik karena matahari dapat teramati 45 derajat. "Itu sudah cukup tinggi".

Berdasarkan pantauan Antara, titik pengamatan GMT LAPAN dan NASA di alun-alun Jiko Mobon sangat terbuka dan mudah diakses masyarakat. Lokasi pengamatan seluas sekitar 10x8 meter persegi (m2) hanya diberi batas tali rafia berwarna merah.

Tampak masyarakat Maba, terutama anak-anak begitu antusias melihat persiapan titik pengamatan oleh para peneliti dari badan antariksa Indonesia dan Amerika Serikat (AS) tersebut hingga berdiri begitu dekat dengan batas tali rafia.

Menurut Sungging, totalitas GMT di Maba diperkirakan terjadi sekitar pukul 09.50 WIT, dan lamanya mencapai tiga menit dan 17 detik. (CNN)

Wednesday, February 24, 2016

Mahasiswa UGM Ciptakan Alat Perigatan Batas Laut Untuk Nelayan

Salah satu penyebab nelayan kita memasuki wilayah laut negara tetangga adalah ketiadaan informasi batas wilayah. Di laut, memang sulit mengetahui perbatasan wilayah antar negara secara akurat, karena batas bersifat imajiner alias maya. Akibatnya, banyak terjadi kasus pelanggaran perbatasan oleh Nelayan.

Mahasiswa UGM Ciptakan Alat Perigatan Batas Laut Untuk Nelayan.jpg

I Made Sapta Hadi (Sapta), Mahasiswa Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) menemukan ide membuat perangkat yahg mampu memberi peringatan jika kapal sudah dekat garis perbatasan. Gagasan Sapta adalah nelayan perlu dibekali perangkat yang dapat memberi ‘warning’ terhadap potensi pelanggaran batas maritim.

Untuk merealisasikan ide tersebut, Sapta mengajak Bagas Lail Ramadhan dari Jurusan Teknik Geodesi serta Imaddudin A Majid dari Jurusan Teknik Elektro. Ketiganya bekerja sejak Agustus hingga selesai pada November 2015 di bawah bimbingan I Made Andi Arsana, Dosen Jurusan Geodesi UGM.

Perangkat temuan ketiga mahasiswa ini diberi nama Swates. Dalam bahasa Jawa berarti suwanten wates, yang berarti suara perbatasan. Komponen utama Swates terdiri dari alarm dan global positioning system (GPS). Sapta cs menggunakan pemograman bahasa C untuk mengkoneksikan GPS dan Alarm.


Informasi koordinat dari GPS dibaca dan diolah oleh program, output dialirkan ke Alarm. Secara praktis, misalnya, Alarm akan berbunyi pada posisi tertentu sebelum melawati batas maritim. Pengguna bisa mengatur sendiri offset-nya, yaitu jarak tertentu terhadap garis perbatasan. Adapun informasi batas maritim (sebagai baseline) menggunakan titik koordinat batas maritim sesuai dokumen resmi perjanjian perbatasan Indonesia dengan negara tetangga.

Karena menggunakan GPS, Swates dapat digunakan di seluruh wilayah, terutama di laut. Koneksi GPS dengan sinyal satelit selalu bagus selama tidak terhalang oleh objek material, seperti pohon dan gedung. Swates memiliki dimensi 15 x 15 x 8 sentimeter, sehingga mudah dibawa. Untuk sumber daya, cukup menggunakan adaptor atau aki. Biaya pembuatan Swates masih tergolong tinggi, yaitu sekitar Rp500 ribu rupiah. Namun menurut Sapta, biaya tersebut masih dapat ditekan jika diproduksi secara massal. Sapta optimis harga jual Swates dapat terjangkau nelayan.

Berkat keorisinal gagasan dan kemanfaatannya, Swates meraih juara I Lomba Geospasial Inovatif Nasional 2015 di Fakultas Teknik UGM pada November 2015 lalu.

Pembimbing Sapta dan kawan-kawan sekaligus dosen Jurusan Teknik Geodesi UGM, Dr I Made Andi Arsana, sangat terkesan dan bangga dengan karya anak didiknya tersebut.

“Kekuatan penelitian ini ialah pada orisinalitas gagasan yang bersifat aplikatif dengan menggunakan pendekatan dan prinsip ilmu dan teknologi dasar yang cukup sederhana,” kata pria yang juga pengamat perbatasan dan kemaritiman UGM

Menurut Made Andi, melalui inovasi dan gagasan orisinil, pemanfaatan teknologi yang sederhana dapat memberikan manfaat yang nyata, terutama bagi para nelayan agar terhindar dari pelanggaran batas maritim. Meski begitu, Swates yang masih purwarupa ini tentu masih memerlukan penyempurnaan di beberapa bagian, terutama pada kemasannya. Selain itu, perlu ada proses perancangan produk menghasilkan produk yang sesuai dengan kaidah produksi dan tetap tepat guna.

Sebenarnya saat ini telah banyak perangkat GPS atau telepon cerdas dengan fitur penentuan posisi berbasis satelit yang bisa digunakan untuk mengetahui batas wilayah. Namun, harga alat tersebut cukup mahal bagi nelayan. Akhirnya, nelayan tradisional hanya mengandalkan pada pengetahuan astronomi tradisional, yaitu pengamatan bintang yang akurasinya rendah.

“Selain dukungan perangkat seperti Swates, peran aparat keamanan laut tetap diperlukan untuk membantu nelayan memahami batas wilayah. Pengetahuan dasar hukum laut, kedaulatan dan hak berdaulat harus diberikan kepada para nelayan,” pungkasnya. (JMOL)

Tuesday, February 2, 2016

Mahasiswa ITS ciptakan robot tank untuk TNI AD

Mahasiswa Institut Teknologi 10 November (ITS), Bachtiar Dumais Laksana (23) rupanya tak mau tinggal diam jika Indonesia tertinggal di bidang teknologi, utamanya pertahanan dan keamanan. Atas alasan itu pula, bersama Adhitya Whisnu Pratama dan Muhammad Iqbal membuat kendaraan taktis mini tanpa awak pertama.

Tank robot yang dikendalikan lewat remote control ini dirancang, dirakit dan diproduksi sendiri oleh ketiganya. Produk tersebut belum diproduksi massal, masih berupa purwarupa. Tank ini diberi nama War-V1.

Tank robot War-V1 BDL-Tech
Tank robot War-V1
Untuk mendukung aktivitasnya, mereka mendirikan perusahaan sendiri yang diberi nama BDL-Tech. Produknya tersebut sudah dilirik oleh Kodam Kodam VI/Mulawarman di Balikpapan, serta Batalyon Kavaleri 8 Divisi Infantri 2 Kostrad di Bandung.

"Saya sendiri direkturnya, bertiga, pengerjaan sudah makan waktu setahun lebih, kira-kira 13 bulan. Lengkap dengan desain, mekanik, rancang kendali elektronis. Kami memang kebetulan dari awal mau menyusun perusahaan yang bergerak di bidang hankam dan pendidikan," beber Bachtiar saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (1/2) kemarin.



Pembuatan tank robot tersebut bermula dari hobi ketiganya di dunia militer, dengan latar belakang sebagai lulusan elektro sejak SMK, mereka mulai mencoba merealisasikan mimpinya. Desain dan model tank buatannya tersebut berasal dari robot yang digunakan oleh militer Jepang.

Tank robot War-V1 BDL-Tech

"Kemudian kami coba, itungannya nekat. Saya tanya ke Batalion Kavaleri sampai Kodam, yang berikan tanggapan positif Kodam Mulawarman dan Batalion Kavaleri 8. Jadi kemudian dengan konsep yang ada, kendaraannya saya sendiri inginnya berfungsi sebagai back up, di lapangan sebagai sweeper atau penyapu, setelah infantri masuk mampu di back up unit ini. Makanya mulai dari senjata sistem kami sesuaikan dengan tujuan aplikasi," terangnya.

Dalam proses pembuatannya, Bachtiar dan kedua rekannya belum mendapatkan bantuan dana dari pihak manapun, termasuk pemerintah. Alhasil pembelian komponen dan alat pendukung lainnya masih menggunakan modal pribadi.

"Ini masih modal pribadi, saya sendiri masih ikut orangtua, belum lulus dari kampus. Termasuk pendirian CV dan segala macam," lanjut dia.

Tank robot War-V1 BDL-Tech

Karena masih menggunakan dana sendiri, mereka sempat kesulitan untuk memasang komponen yang lebih memadai. Sebab, seluruh komponen yang diperlukan harus didatangkan dari China dengan harga belasan juta rupiah, itu pun belum termasuk bea impor.

"Kami disiplin elektro semua di bidang mekanik bergerak, kami belajar otodidak, makanya waktu desain belajar dari nol. Jadi masih gambar tangan mulai dari 2014," kenang dia.

Meski begitu, bachtiar mengungkapkan udah ada beberapa pihak yang mau mensponsori tank buatannya. Tank ini juga akan menjadi bekal untuk menyelesaikan skripsi.

"Ini ada beberapa bagian saya ikutkan untuk judul skripsi, kalau lolos Kemenhan rencananya ada pengucuran dana, dari menhan mungkin turunnya ke dikti," pungkasnya. (Merdeka)

Friday, January 22, 2016

Mahasiswa Indonesia Berhasil Kembangkan Kursi Roda Digerakan Sinyal Otak [ video ]

Alat yang digerakkan dengan sinyal otak bukan khayalan. Dua mahasiswa Universitas Bina Nusantara (Binus) ini mengembangkan kursi roda yang digerakkan sinyal otak.

Adalah Jennifer Santoso (21) dan Ivan Halim Parmonangan (21), mahasiswa Semester 7 Teknik Informatika yang membuat proyek skripsi karena melihat banyak sekitarnya membutuhkan kursi roda.



2 Mahasiswa Indonesia Berhasil Kembangkan Kursi Roda Digerakkan Sinyal Otak

"Banyak yang tangannya patah, cacat seluruh tubuh, lumpuh dari leher ke bawah. Kami ingin membuat sistem yang menolong orang lain," tutur Jennifer kala ditemui di Binus Kampus Jalan KH Syahdan, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (22/1/2016).

Dari observasi penyandang disabilitas di sekitar mereka, ternyata, banyak disabilitas itu otak dan pikirannya masih sehat. Sehingga, Jennifer dan Ivan mengembangkan kursi roda dengan kendali otak. Penelitian ini sebenarnya melanjutkan dan mengembangkan penelitian kakak kelas mereka.


Maka, komponen-komponen utamanya adalah kursi roda dan alat bernama neuroheadset. Neuroheadset adalah alat yang bisa menangkap gelombang listrik otak dan memperkuatnya dalam skala ribuan kali. Neuroheadset ini terhubung ke aplikasi software yang mereka buat di dalam CPU.

"Aplikasi kami akan mengolah sinyal yang diterima dari neuroheadset, lalu difilter untuk mengambil gelombang alfa dan beta, yang kemudian ditransformasi dengan algoritma Fast Fourier Transformation, yang kemudian jadi input untuk mesin," jelas Jennifer.

Aplikasi yang dibuatnya kemudian akan meneruskan sinyal yang sedang diproses ke Arduino Uno yakni papan mikrokontroler, dan diteruskan ke motor driver yang akan digunakan untuk menggerakkan kedua motor DC, motor listrik yang bekerja menggunakan sumber tegangan DC.

Cara kerja kursi roda ini memakai 2 data, dengan electric encephalo graphi (EEG) alias sinyal otak untuk disabilitas yang lehernya tidak bisa bergerak dan dengan gyroskop untuk menangkap sensor gerak, bagi penderita yang masih bisa menggerakkan leher.

Penampakan kursi roda itu,berkelindan kabel-kabel di sebelah kiri yangterhubungkekotakmetalberisimikrokontrolerdanmotordriver, serta ada accu yang diwadahi kotak metal di bawahnya.

Ivan lantas memperagakan kursi roda itu. Dia duduk di atas kursi roda,memakaiwirelessneuroheadset dengan 14 tangkai di yang melingkar di kepala,danmemangkulaptop . Untuk pengguna pertama, aplikasi software harus merekam respon pengguna, sinyal otak untuk bergerak maju, kiri, kanan, memutar kekiridankanandarineuroheadset.

Kemudian, untuk menggerakkan kursi roda, Ivan terlihat fokus sekali. Roda-roda kursi itu bergerak maju, sementara Ivan hanya berpangku tangan. Bila ingin menghentikan kursi roda, cukup dengan kedipan mata, mata kiri, kanan atau kedua mata.

"Apabila tertidur atau panik, kursi roda itu otomatis stop," jelas Jennifer.

Alat dan aplikasi yang mereka namakan Bina Nusantara Wheelchair (BNW)-Kursi Roda dengan Kendali Otak ini mereka kembangkan sejak Februari-Oktober 2015 lalu.

"Yang lama adalah kami mencari cara bagaimana membuat aplikasi ini mudah digunakan untuk pengguna," tutur Jennifer.

Karya mereka meraih juara 2 dalam lomba Pagelaran Mahasiswa Nasional bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (Gemastik) 2015 kategori sistem cerdas. Riset ini juga mengantarkan dosen pembimbing skripsi mereka, Dr Widodo Budiharto, SSi, MKom masuk 15 besar Dosen Berprestasi Nasional. Penelitian ini dibiayai oleh Toray Research Grand dari Jepang.


EEG dan Neuroheadset Teknologi Kunci Pengerak Kursi Roda dengan Sinyal Otak

 Electric encephalo graphi (EEG) dan neuroheadset menjadi kuncinya.

"Soal pembacaan pikiran, secara teoritis, otak kita itu memancarkan sinyal, namanya EEG atau electro encephalo graph. Bagaimana sinyal itu tergantung dari apa yang kita pikirkan," demikian kata dosen Ilmu Komputer Universitas Binus, Dr Widodo Budiharto, SSi, MKom ditemui di kampusnya, Jl KH Syahdan, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (22/1/2016).



Widodo adalah dosen pembimbing skripsi 2 mahasiswa Binus yang mengembangkan kursi roda yang digerakkan sinyal otak, Jennifer Santoso (21) dan Ivan Halim Parmonangan (21).

Sinyal otak alias EEG ini, menurutnya berupa gelombang listrik sebesar 1 mikro Volt atau kurang, yang memancar dari kulit kepala. Besaran sinyal otak itu, tergantung dari tipe kulit dan ketebalan rambut. Untuk menangkap EEG ini, maka dibutuhkan sensor EEG.
Electric encephalo graphi (EEG) dan neuroheadset menjadi kuncinya.

"Soal pembacaan pikiran, secara teoritis, otak kita itu memancarkan sinyal, namanya EEG atau electro encephalo graph. Bagaimana sinyal itu tergantung dari apa yang kita pikirkan," demikian kata dosen Ilmu Komputer Universitas Binus, Dr Widodo Budiharto, SSi, MKom ditemui di kampusnya, Jl KH Syahdan, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (22/1/2016).

Widodo adalah dosen pembimbing skripsi 2 mahasiswa Binus yang mengembangkan kursi roda yang digerakkan sinyal otak, Jennifer Santoso (21) dan Ivan Halim Parmonangan (21).

Sinyal otak alias EEG ini, menurutnya berupa gelombang listrik sebesar 1 mikro Volt atau kurang, yang memancar dari kulit kepala. Besaran sinyal otak itu, tergantung dari tipe kulit dan ketebalan rambut. Untuk menangkap EEG ini, maka dibutuhkan sensor EEG.

"Dalam aplikasinya, bisa kita terapkan pada berbagai aplikasi, seperti game, atau menggerakkan kursi roda yang maju-mundur. Sensor EEG ini membaca pikiran kita," jelas Widodo.

Nah, dalam pengembangan kursi roda Bina Nusantara Wheelcair (BNW) - Kursi Roda dengan Kendali Otak, sensor EEG yang dipakai bernama "neuroheadset". Widodo membeli neuroheadset ini untuk kepentingan riset anak didiknya, bermerek Emotiv Epoc buatan Australia. Harganya, sekitar Rp1,5 juta.

"Neuroheadset ini fungsinya menguatkan sinyal otak dalam orde ribuan kali," imbuh dia.

Sinyak otak 1 mikro Volt atau kurang ini, jelas tak bisa menggerakkan benda. Sinyal ini harus diperbesar menjadi sampai 100 ribu kali, hingga sekitar 5 volt. Nah sinyal yang sudah kuat ini kemudian menjadi input data dalam aplikasi software untuk diklasifikasikan hingga menggerakkan motor.

Ilmu EEG dan neuroheadset ini sebenarnya bukan hal baru. Widodo mengatakan, sejak tahun 1929, seorang ilmuwan sudah berhasil menunjukkan gambaran EEG seorang anak yang dipublikasikan secara ilmiah. Begitupun neuroheadset, alat ini juga bisa dibuat sendiri.

"Alat ini (neuroheadset) sebenarnya gampang dibuat, tidak mahal dan teknologi lama. Kalau buat sendiri paling habis Rp 500 ribu," jelas dia.

Namun, mengapa dirinya tak membuat secara manual, tantangannya adalah pada noise alias sinyal-sinyal otak yang 'berisik'. Alat buatan sendiri, keberisikannya sangat besar dan belum bisa melakukan filter sinyal otak mana yang penting dan dibutuhkan. Neuroheadset ini, imbuhnya, juga belum ada yang diproduksi di Indonesia karena tantangan kesulitan mengurangi 'berisik' itu tadi.

"Kalau perangkat ini kita buat, maka wasting time dan hasilnya tidak optimal," jelas dia.


 (Detik)

Berikut video peragaan kursi roda BNW ini yang diunggah Jennifer di Youtube:




Tuesday, January 5, 2016

Kaka Beradik Asal Salatiga Lusuan SMK Kalahkan Doktor Ahli di Kompetisi Desain Komponen Jet Dunia


Kakak beradik, Arfian Fuadi (29) dan M Arie Kurniawan (24), memang cuma lulusan SMK. Mereka belajar desain teknik secara otodidak. Siapa sangka, kemampuan itu ternyata membuatnya mendunia. Mereka mengalahkan doktor dan ahli di perusahaan penerbangan dalam kompetisi.

Dengan peralatan dan modal seadanya, Arfian dan Arie mendirikan perusahaan desain bernama DTECH-ENGINEERING pada tahun 2009. Mereka mencari peluang order melalui situs online. Order datang dari Jerman, lalu dari negara-negara lain.


Braket karya Arfian dan Arie

Pada tahun 2013, kenang Arfian, perusahaan besar General Electric (GE) asal Amerika mengadakan kompetisi Global Challenge untuk membuat desain bracket jet.

"Ada yang ikut hampir 700 orang dari berbagai negara. Adik saya, Arie ikut mengirimkan," ujar Arfian kepada detikcom di rumahnya, Canden, Tingkir, Salatiga, Senin (4/1/2016).





Desain Arfian dan Arie ternyata diminati. Mereka menang dengan menyisihkan peserta lainnya termasuk seorang doktor Swedia yang berpengalaman di Swedish Air Force dan lulusaan Oxford University yang bekerja di perusahaan Airbus.

"Si Arie ikut, kita bisa desain paling ringan dan kuat, bahan dari titanium. Mungkin ide kita waktu itu paling bagus," katanya rendah hati.


Kaka Beradik Asal Salatiga Lusuan SMK Kalahkan Doktor Ahli di Kompetisi Desain Komponen Jet Dunia

Prestasi mereka saat itu ternyata tidak terlalu menggemparkan dunia pendidikan di Indonesia. Meski demikian, Arfian bangga karena GE melalui Handry Satriago selaku CEO General Electric Indonesia memberikan apresiasi. Bahkan kini Handry sudah dianggap sebagai mentor bagi duo kakak beradik itu.



"Kita jadi kenal CEO dan mereka tidak jaim (jaga image) main ke sini, Salatiga. Pokoknya kami jadi mendapat banyak pengalaman. Pak Handry sudah jadi mentor bagi kami," ujarnya.

Kini, Arfian dan Arie memiliki kantor dan 'karyawan' berjumlah 7 orang. Enam di antaranya lulusan SMK. Puluhan order desain dari berbagai negara diterima setiap bulan.  (Detik)

Monday, November 23, 2015

Robot Perang Buatan Google di Ujicoba Marinir AS

Robot buatan anak perusahaan Google, Boston Dynamics, tengah diuji coba oleh lembaga militer angkatan laut Amerika Serikat.

Robot prototipe yang dinamai "Spot" tersebut memang diproyeksikan Marinir AS untuk mendukung operasi militer.


Robot Perang Buatan Google di Ujicoba Marinir AS

"Menurut saya, robot seperti Spot bisa digunakan untuk mengintai atau mengangkut barang perang," kata pembuat robot Boston Dynamics, Ben Swiling.

Sebagaimana tertera pada situs resmi militer AS dan dihimpun KompasTekno, Senin (23/11/2015), uji coba yang dilakukan meliputi kemampuan beroperasi di berbagai medan, seperti bukit, hutan, dan perkotaan.


Marinir juga melatih Spot untuk mengidentifikasi musuh.

Semua itu dilakukan dengan kontrol via laptop atau video game. Kontrol tersebut bisa dioperasikan dengan jarak terpaut hingga 500 meter dari robot.

Menurut Swiling, mengendalikan Spot sangatlah mudah. "Anak empat tahun pun bisa mengoperasikannya," kata dia.

Robot berukuran 160 pon tersebut bukanlah yang pertama diproyeksikan untuk mendukung lembaga militer. Sebelumnya, ada robot bertajuk "LS3" dan "BigDog".

Namun, Spot diklaim merupakan versi yang lebih cepat, tangguh dan efisien untuk dioperasikan.

Terlebih, menurut Swiling, di saat-saat dan medan-medan tertentu, ada baiknya militer terlebih dahulu menurunkan pasukan robot ketimbang manusia.

"Robot tak bisa mati. Untuk beberapa medan berbahaya, tentu tak ada yang ingin mengorbankan manusia," ia menjelaskan. (Kompas)

Monday, November 2, 2015

Indonesia Kembangkan Energi Angin Jadi Listrik Bersama Perusahaan India

Karena itu Pemerintah Indonesia  menjalin kesepakatan kerja sama dalam pengemb‎angan Energi Baru Terbarukan (EBT). Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana mengatakan, kerja sama dengan India meliputi enam hal yaitu, pertukaran informasi dan teknologi pengembangan proyek dan riset bersama, transfer teknologi.

Indonesia Kembangkan Energi Angin Jadi Listrik Bersama Perusahaan India

"Lalu ada juga, promosi dan investasi dan mendorong dialog masalah kebijakan serta terakhir pengembangan sumber daya manusia (capacity building)," kata Rida, seperti yang dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (3/11/2015).

Rida mengungkapkan, kerja sama dengan pemerintah India ini dilatar belakangi kesuksesan mereka dalam mengembangkan energi angin dan surya. India mampu mengembangkan energi terbarukan dari angin mencapai 70 persen. Kesuksesan India dalam pengembangan angin dan surya dipengaruhi oleh faktor letak negara yang berada di daratan otomatis memiliki lahan dan hembusan angin yang kuat.


"Potensi angin mereka besar, jadi mereka memiliki banyak wind farm, yang ingin saya pelajari dari mereka, kok bisa mereka jual listrik angin dengan tarif sangat rendah, kalau di tempat lain masih 20 sen per kwh, mereka sudah jual dengan harga belasan," papar Rida.

Menurut Rida, faktor negara-negara Barat dapat menjual listrik tenaga angin dengan harga murah, karena mereka sudah tidak bergantung lagi dengan impor bahan baku serta dukungan penuh pemerintahnya.

"Awal-awal mereka memang masih bergantung pabrikan luar, tapi sekarang tidak lagi, ada tax holiday untuk pengembang, listrik yang dijual tidak kena pajak, dan pemerintah memberikan subsidi untuk lahan (inkind) untuk pengembangan energi angin," kata Rida‎.

Kerja sama tersebut ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum Of Understanding/MoU). Mewakili Pemerintah Indonesia, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi, Rida Mulyana dan mewakili Pemerintah India, Duta Besar India untuk Indonesia dan Timor Leste, Gujrit Singh pada Senin 2 November 2015. (Liputan6)